BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seorang anak dalam
perkembangannya memiliki banyak keunikan yang terkadang mengejutkan. Keunikan
dalam perkembngan tersebut sulit dimengerti oleh orang dewasa. Sehingga banyak
kejadian orang tua bersikap kasar kepada anaknya ketika anak memunculkan beberapa
sifat khasnya. Hal yang sama tidak jarang hal itu terjadi pada dewan pendidik
di sekolah.
Perkembangan anak
terdiri dari beberapa aspek. Salah satu aspek perkembangan yang sering sekali
menjadi masalah adalah perkembangan emosi anak. Hal yang sangat sering di
permasalahkan orang tua pada umumnya adalah anak bergitu nakal. Mungkin saja
hal itu bersifat normal tetapi ada kemungkinan merupakan gangguan yang terjadi
dari perkembangan emosi.
Banyaknya fenomena yang
sering ditemui kemungkinan besar karena baik orang tua maupun guru hanya belum
mengerti tahap-tahap perkembangan anak tersebut. Untuk mencegah terjadinya
hal-hal yang akan merugikan anak, penulis akan memaparkan tentang perkembangan
emosi anak.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar
belakang tentang isi makalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Apakah
yang dimaksud emosi?
2. Bagaimanakah
perkembangan emosi pada anak?
3. Apa
sajaka macam ekspresi emosi pada anak?
4. Apakah
ciri khas emosi pada anak?
5. Bagaimanakah
tingkatan perkembangan emosi?
6. Apa
sajakah factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada anak?
7. Apa
dampak kekerasan pada anak yang biasa dilakukan oleh orang tua?
8. Bagaimana
cara mengembangkan kecerdasan emosi anak?
C. TUJUAN
Penyusunan makalah ini
memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Kepada
orang tua. Semoga dapat dijadikan pedoman untuk memahami perkembangan anak.
Setelah membaca makalah ini diharapkan agar tidak terjadi kekerasan yang
dilakukan orang tua terhadap anak.
2. Kepada
guru. Semoga dapat dijadikan bekal untuk mendidik anak yang perkembangan masih
labil. Agar hak-hak anak dalam pendidikan dapat terpenuhi.
3. Kepada
penulis. Semoga dapat dijaikan pelajaran dan dapat dijadikan bekal untuk
menjalani profesi nantinya. Selain itu, semoga dapat dijadikan batu loncatan
untuk menyusun makalah yang lebih baik lagi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EMOSI
Kata emosi berasal dari bahasa
latin, yaitu emovere, yang berarti
bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak
merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi
merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya
adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap
rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira
mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat
tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan
fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting
dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam
arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.
(Prawitasari,1995).
Dalam
kehidupan sehari-hari, emosi sering
diistilahkan juga dengan perasaan.
Misalnya, seorang siswa hari ini ia merasa senang karena dapat mengerjakan
semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain mengatakan bahwa ia takut
menghadapi ujian. Senang dan takut berkenaan dengan perasaan, kendati
dengan makna yang berbeda. Senang
termasuk perasaan, sedangkan takut
termasuk emosi.
Perasaan
menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena tidak banyak
melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang
dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Perasaan (feeling) seperti halnya emosi merupakan
suasana batin atau suasana hati yang membentuk suatu kontinum atau garis yang
merentang dari perasaan sangat senang/sangat
suka sampai tidak senang/tidak suka.
Perasaan timbul karena adanya rangsangan dari luar, bersifat subjektif dan
temporer. Misalnya, sesuatu yang dirasakan indah oleh seseorang pada waktu
melihat suatu lukisan, mungkin tidak indah baginya beberapa tahun yang lalu,
dan tidak indah bagi orang lain. Ada juga perasaan bersifat menetap menjadi
suatu kebiasaan dan membentuk adat-istiadat. Misalnya, orang Padang senang
makan pedas, orang Sunda senang makan sayur/lalap sambal.
Simpati
dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam kehidupan
bersosialisai dengan orang lain. Simpati
adalah suatu kecenderungan untuk senang atau tertarik kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi perasaan
jika seseorang berada dalam situasi orang lain. Biasanya kita rasakan saat
melihat film atau sinetron dramatis.
Emosi
merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas relatif
tinggi dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin. Seperti halnya perasaan,
emosi juga membentuk suatu kontinum atau garis yang bergerak dari emosi positif
sampai negatif.
Minimal
ada empat ciri emosi, yaitu :
1. Pengalaman
emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman antara individu
yang satu dengan lainnya;
2. Ada
perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat);
3. Diekspresikan
dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan bahagia;
4. Sebagai
motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan, misalnya orang
yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk memukul atau merusak
barang. (Kurnia, 2008 : 2.23)
Emosi adalah
sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a
complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah
terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut Crow & crow
(1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies generalized
inner adjustment and mental physiological stirred up states in the individual,
and that shows it self in his overt behavior.” Jadi emosi adalah
pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang
keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Menurut
James & Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah
atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena
gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang
terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu
mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi
kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu
menimbulkan emosi.
B. PERKEMBANGAN EMOSI ANAK
Tahun-tahun
awal kehidupan seorang anak ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang bersifat
fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta peristiwa-peristiwa yang bersifat
interpersonal, seperti ditinggalkan di rumah dengan pengasuh atau babysitter, yang dapat menyebabkan
timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam mengelola emosi negatif ini sangat
penting bagi pencapaian tugas-tugas perkembangan dan berkaitan dengan
kemampuan kognitif dan kompetensi sosial (Garner dan Landry, 1994; Lewis,
Alessandri dan Sullivan, 1994 dalam Pamela W., 1995:417). Perilaku awal emosi
dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan kemampuan afektif (Cicchetti,
Ganiban dan Barnet, 1991 dalam Pamela W., 1995:417). Keluarga dengan orang tua
yang memiliki emosi positif cenderung memiliki anak dengan perkembangan emosi
yang juga positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W., 1995:422).
Emosi
memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada usia
prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki
pengaruh terhadap perilaku anak.
Woolfson,
2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan emosional, yaitu :
1. Dicintai,
2. Dihargai,
3. Merasa aman,
4. Merasa kompeten,
5. Mengoptimalkan kompetensi
Apabila
kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam
mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif.
Hurlock,
1978:211 menyebutkan bahwa emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi sosial dan
anak. Pengaruh tersebut antara lain tampak dari peranan emosi sebagai berikut.
1. Emosi menambah
rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk emosi adalah luapan
perasaan, misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun kecemasan. Luapan ini
menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan
memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang cukup bervariasi untuk
memperluas wawasannya.
2. Emosi
menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi
keseimbangan dalam tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat, sebagai
contoh kemarahan yang cukup besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi
tubuh untuk bertindak, yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika tibul amarah.
Apabila persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan timbulnya
rasa gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam diri anak.
3. Ketegangan
emosi mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang memuncak mengganggu kemampuan
motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki gerakan yang kurang
terarah, dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu keterampilan motorik
anak.
4. Emosi merupakan
bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah, bahasa tubuh, suara, dan sebagainya
merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyatakan perasaan dan
pikiran (komunikasi non verbal).
5. Emosi
mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti berpikir, berkonsentrasi,
belajar, sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi. Oleh karena itu, pada
anak-anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan emosi dapat mengganggu
aktivitas mentalnya.
6. Emosi
merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak sangat
mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi dasar bagi
anak dalam menilai dirinya sendiri.
7. Emosi
mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam aktivitas
sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh
perkembangan emosi mereka, seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa takut.
8. Emosi
mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak mempengaruhi cara anak
berinteraksi dengan lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga mengajarkan kepada
anak cara berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan tuntutan lingkungan
sosial.
9. Emosi
memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan emosi anak biasanya
ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya tersenyum, murung atau cemberut.
Ekspresi wajah ini akan mempengaruhi penerimaan sosial terhadap anak.
10. Emosi
mempengaruhi suasana psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak yang
ditunjukkan kepada lingkungan (covert behavior). Perilaku ini mendorong
lingkungan untuk memberikan umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku yang
kurang menyenangkan, dia akan menerima respon yang kurang menyenangkan pula,
sehingga anak akan merasa tidak dicintai atau diabaikan.
11. Reaksi
emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan. Setiap
ekspresi emosi yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan pada suatu titik
tertentu akan sangat sulit diubah. Dengan demikian, anak perlu dibiasakan
dengan mengulang-ulang perilaku yang bersifat positif, sehingga akan menjadi
kebiasaan yang positif pula.
Anak
mengkomunikasikan emosi melalui verbal, gerakan dan bahasa tubuh. Bahasa tubuh
ini perlu kita cermati karena bersifat spontan dan seringkali dilakukan tanpa
sadar. Dengan memahami bahasa tubuh inilah kita dapat memahami pikiran, ide,
tingkah laku serta perasaan anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati antara lain :
ekspresi wajah, napas, ruang gerak, dan pergerakan tangan dan lengan.
Pada usia
prasekolah anak-anak belajar menguasai dan mengekspresikan emosi (Saarni,
Mumme, dan Campos, 1998 dalam De Hart, 1992:348). Pada usia 6 tahun anak-anak
memahami konsep emosi yang lebih kompleks, seperti kecemburuan, kebanggaan,
kesedihan dan kehilangan (De Hart, 1992:348), tetapi anak-anak masih memiliki
kesulitan di dalam menafsirkan emosi orang lain (Friend and Davis, 1993). Pada
tahapan ini anak memerlukan pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup :
1. Kapasitas untuk mengontrol dan
mengarahkan ekspresi emosional.
2. Menjaga perilaku yang terorganisir
ketika munculnya emosi-emosi yang kuat dan untuk dibimbing oleh pengalaman
emosional.
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase
yaitu :
1. Pada bayi hingga 18 bulan
a. Pada fase ini, bayi butuh belajar dan
mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman dan familier. Perlakuan yang
diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara
pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang
memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.
b. Pada minggu ketiga atau keempat bayi
mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai
tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di sekitarnya.
c. Pada bulan keempat sampai kedelapan
bayi mulai belajar mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan
takut.
d. Pada bulan ke-12 sampai 15,
ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin besar. Ia akan
gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan
bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang
berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
2. Usia 18 bulan sampai 3 tahun
a. Pada fase ini, anak mulai mencari-cari
aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat
perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi
posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah
dalam mewujudkan keinginannya.
b. Pada anak usia dua tahun belum mampu
menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan
ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat
membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua
menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
c. Pada usia antara 2 sampai 3 tahun
anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi
dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
3. Usia antara 3 sampai 5 tahun
a. Pada fase ini anak mulai mempelajari
kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan
pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
b. Pada fase ini untuk pertama kali anak
mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang
berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang
merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.
4. Usia antara 5 sampai 12 tahun
a. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari
kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia.
Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut
kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara.
b. Anak usia 7-8 tahun perkembangan
emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak
dapat menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia
anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
c. Anak usia 9-10 tahun anak dapat
mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap
distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol
emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih,
marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat
dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
d. Pada masa usia 11-12 tahun,
pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta
nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih
fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa
penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan
atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin
beragam.
Fungsi dan
peranan emosi pada perkembangan anak yang
dimaksud adalah :
a.
Merupakan bentuk komunikasi.
b.
Emosi berperan dalam mempengaruhi
kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya.
c.
Emosi dapat mempengaruhi iklim
psikologis lingkungan.
d.
Tingkah laku yang sama dan ditampilkan
secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan.
e.
Ketegangan emosi yang di miliki anak
dapat menghambat aktivitas motorik dan mental anak (Resa, 2010).
C. MACAM EKSPRESI EMOSI ANAK
Emosi dan perasaan yang umum pada peserta didik usia
SD/MI adalah rasa takut, khawatir/cemas, marah, cemburu, merasa bersalah dan
sedih, ingin tahu, gembira/senang, cinta dan kasih sayang.
Pola Emosi pada Anak
menurut Syamsu (2008)
1. Rasa
takut
Takut
yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut terhadap
sesuatu berlangsung melalui tahapan.
a. Mula-mula
tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan yang terdapat pada
objek.
b. Timbulnya
rasa takut setelah mengenal bahaya.
c. Rasa
takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari bahaya.
2.
Rasa malu
Rasa malu merupakan
bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang
lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa.
3.
Rasa canggung
Seperti halnya rasa
malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia, bukan ada obyek atau
situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu daam hal bahwa kecanggungan
tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang sudah
dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih disebabkan
oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau diri
seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang
menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress).
4.
Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya
dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Tidak seperti
ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh rangsangan
dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa
khawatir timbul karena karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan
meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak, bahkan pada
anak-anak yang penyesuaiannya paling baik sekalipun.
5.
Rasa cemas
Rasa cemas ialah
keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang
dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran, ketidakenakan, dan merasa
yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan
perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di sertai pula
dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang dicapai.
6.
Rasa marah
Rasa marah adalah
ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika dibandingkan
dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang menimbulkan rasa
marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa
kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi
keinginan mereka.
7.
Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah
reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau
ancaman kehilangan kasih sayang.
8.
Duka cita
Duka cita adalah trauma
psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu
yang dicintai.
9.
Keingintahuan
Rangsangan yang
menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak. Anak-anak menaruh minat
terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.
10.
Kegembiraan
Kegembiraan
adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan keriangan, kesenangan,
atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas kegembiraan dan jumlah
kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat
diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu
anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih menyolok dari
pada anak-anak yang lebih tua.
Takut, khawatir atau cemas berkenaan dengan adanya
rasa terancam oleh sesuatu. Rasa takut muncul karena adanya ancaman oleh
sesuatu yang jelas penyebabnya, sedangkan khawatir atau cemas karena adanya
ancaman oleh sesuatu yang tidak terlalu jelas penyebabnya. Ketakutan,
kekhawatiran atau kecemasan memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak
begitu kuat karena mengakibatkan seseorang tetap waspada dan berharap agar
situasi menjadi lebih baik. Biasanya anak takut akan kegelapan, ditinggal
sendirian, terhadap binatang tertentu, serta tidak disayang dan diterima oleh keluarga
dan teman sebaya.
Terjadi variasi rasa takut pada anak yang
dipengaruhi oleh tingkat intelegensi, jenis kelamin, status sosial ekonomi,
kondisi fisik, hubungan sosial, urutan kelahiran, dan kepribadian anak (introvert atau ekstrovert). Rasa takut pada anak biasanya berkaitan dengan rasa
malu yang merupakan bentuk penarikan diri anak dari hubungan dengan orang lain,
juga dengan rasa canggung dan ragu apabila ada orang yang tidak dikenal atau
orang yang dikenal dengan penampilan tidak seperti biasanya.
Rasa khawatir dan cemas biasanya timbul tanpa alasan
yang jelas, tetapi lebih disebabkan karena membayangkan situasi bahaya atau
kesakitan yang mungkin terjadi. Biasanya terekspresikan dalam bentuk perilaku
yang murung, gugup, mudah tersinggung, tidur tidak nyenyak, dan cepat marah.
Dapat juga sebaliknya. Anak menyelubungi rasa takut, khawatir, dan cemas dengan
berperilaku tidak sebagaimana biasanya, seperti makan berlebihan, menonton
televisi berlebihan, dan menyalahkan orang lain. Tingkat kekhawatiran dan
kecemasan tergantung pada kemampuan anak dalam mengelola ancaman yang
dibayangkan akan terjadi.
Rasa marah merupakan suatu perasaan yang yang
dihayati oleh anak yang cenderung bersifat menyerang. Cukup banyak
diekspresikan oleh anak karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih
banyak dibandingkan dengan rangsangan yang menimbulkan rasa takut. Sebagaimana
halnya variasi rasa takut, rasa marah pada setiap anak juga berbeda-beda. Ada
anak yang dapat menghadapi dan mengatasi rasa marah lebi baik dibandingkan anak
lainnya. Rangsangan yang biasa menimbulkan kemarahan anak adalah rintangan
(dari orang lain ataupun ketidakmampuan dirinya) terhadap gerak yang diinginkan
anak, juga rintangan terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan
anak, serta sejumlah kejengkelan yang bertumpuk.
Reaksi anak terhadap kemarahan dapat digolongkan
menjadi dua bagian yaitu :
1. Reaksi
impulsif biasa disebut juga agresi, berupa rekasi fisik maupun kata-kata yang
ditujukan kepada orang lain, binatang, maupun benda. Ledakan kemarahan pada
anak kecil disebut “temper tantrum”
dengan cara memukul, menggigit, meludah, dan menyepak;
2. Kemarahan
yang ditekan dengan cara menyalahkan diri sendiri, mengasihani diri, atau
mengancam untuk melarikan diri, juga bersikap apatis/masa bodoh.
Rasa bersalah dan sedih berkenaan dengan kegagalan
atau kesalahan dalam melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan norma
yang berlaku. Rasa sedih juga dapat diisebabkan oleh hilangnya sesuatu yang
sangat dicintai atau disayang atau kehilangan seseorang, dan binatang atau
benda permainan kesayangan. Perasaan ini merupakan salah satu emosi yang tidak
menyenangkan. Oleh karena itu, orang dewasa berusaha agar anak-anak terhindar
atau sedikit mungkin mengalami kesedihan karena dianggap dapat merusak
kebahagiaan anak. Anak, terutama apabila masih kecil, mempunyai ingatan yang
tidak bertahan lama dan mudah dialihkan rasa sedihnya kepada mainan atau orang
yang disayangi. Ekspresi rasa sedih pada anak umumnya tampak dengan menangis. Tangisan
anak ada yang memilukan dan berlarut-larut bahkan sampai ada yang mendekati
histeris. Akan tetapi, ada juga anak yang menekan rasa sedih, ditandai oleh
hilangnya minat terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya, hilang selera
makan, sukar tidur, mimpi menakutkan, dan menolak untuk bermain. Rasa sedih
yang berlarut-larut dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan dan meng-ganggu
kebahagiaan anak.
Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan merupakan
emosi yang menyenangkan. Setiap anak berbeda variasi kegembiraannya. Hal itu
dipengaruhi oleh perbedaan usia anak. Pada peserta didik usia SD/MI,
kegembiraan antara lain disebabkan oleh kondsi fisik yang sehat sehingga dapat
melakukan berbagai aktivitas dan permaainan, keberhasilan mengatasi rintangan sehingga
mencapai tujuan seperti yang telah mereka tetapkan, dan dapat memenuhi harapan
dari orang-orang yang dikasihinya. Reaksi kegembiraan anak diekspresikan dari
sekedar senyum sampai tertawa gembira sambil menggerakkan tubuh, dan bertepuk
tangan. Tuntutan sosial memaksa anak yang semakin besar untuk semakin dapat
mengendalikan ekspresi kegembiraannya.
Cemburu dan kasih sayang merupakan bentuk emosi yang
umum terjadi pada peserta didik usia SD/MI. Cemburu adalah reaksi normal
terhadap kehilangan kasih sayang yang nyaata dan adanya ancaman kehilangan
kasih sayang. Cemburu sering berasal dari rasa takut yang dikombinasikan dengan
kejengkelan ataupun kemarahan karena orang tua atau guru bersikap pilih kasih,
dan anak merasa ditelantarkan terhadap kepemilikan barang permainan. Rasa
cemburu biasanya hilang apabila anak dapat menyesuaikan diri dengan baik di
sekolah, dan dapat muncul kembali apabila guru membandingkannya dengan anak
atau teman lain. Reaksi langsung rasa cemburu diekspresikan dengan perilaku
perlawanan agresif seperti memukul, mendorong, dan berusaha mencelakaiorang
yang dianggap saingannya. Reaksi tidak langsung terhadap cemburu ditunjukkan
dengan bersikap kekanakan atau infantil, seperti mengisap jempol, ngompol, dan
ngambek, untuk mendapat perhatian dari orang tua atau guru. Perasaan dikasihi
atau disayangi sangat penting bagi anak. Adanya rasa dikasihi menyebabkan anak
merasa aman dan nyaman. Kasih sayang melibatkan empati dan berusaha membuat
orang yang dikasihi menjadi bahagia atau senang.
Rasa ingin tahu merupakan reaksi emosi terhadap
hal-hal yang baru, aneh, dan misterius yang terjadi di lingkungannya. Anak usia
SD/MI akan bergerak ke sumbernya dan mempunyai minat terhadap segala sesuatu di
lingkungannya, termasuk dirinya sendiri. Semakin luas lingkungan gerak atau
area penjelajahan anak, semakin besar dan luas pula rasa ingin tahunya. Anak
bertanya atau menanyakan segala macam yang mereka amati di sekitarnya. Semakin
anak besar, aktivitas bertanyanya digantikan dengan membaca, dan melakukan eksperimen
untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Peringatan dan hukuman dapat mengendalikan
anak melakukan penjelajahan untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
D.
CIRI KHAS EMOSI ANAK
Ciri khas emosi
pada anak antara lain :
1.
Emosi yang kuat
Anak kecil bereaksi dengan
intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang serius. Anak
pra remaja bahkan bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang
tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele.
2.
Emosi seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan
emosi yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali
mengakibatkan hukuman, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan
situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha mengekang
ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
3.
Emosi bersifat sementara
Peralihan yang cepat
pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke
tersenyum, atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu
:
a. Membersihkan
sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang.
b. Kekurangsempurnaan
pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan pengalaman
yang terbatas.
c. Rentang
perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan
meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap.
4.
Reaksi mencerminkan individualitas
Semua bayi yang baru
lahir mempunyai pola reaksi yang sama. Secara bertahap dengan adanya pengaruh
faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi
semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika
mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya
lagi mungkin akan bersembunyi di belakang kursi atau di balik punggung
seseorang.
5.
Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya
usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya,
sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini
sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan
intelektual, dan sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai.
6.
Emosi dapat diketahui melalui gejala
perilaku
Anak-anak mungkin tidak
memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi mereka
memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis,
kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap
jempol.
E.
TINGKAT PERKEMBANGAN EMOSI
Tiga reaksi
emosi yang paling kuat adalah rasa marah, kaku, dan takut, yang terjadi
akibat dari peristiwa – peristiwa eksternal maupun proses tak langsung.
Reaksi tersebut dapat tercermin dalam individu yang meningkatkan
aktivitas kelenjar tertentu dan mengubah temperature tubuh. Reaksi
umumnya berkurang sesuai proporsi kematangan individu. Hal ini disebabkan
oleh pebedaan jenis reaksi emosi, misalnya dengan penyebab ketakutan
pada diri seseorang anak mungkin disebabkan oleh jenis emosi yang
berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya. Tingkat perkembangan
emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi seseorang yang
meliputi :
1.
Emosi stabil
Pada seseorang yang
mempunyai emosi stabil mempunyai kecenderungan percaya diri, cermat, kukuh.
Mereka selaulu menjaga pikiran walaupun dalam keadaan kritis, sedangkan
orang-orang di sekitarnya kehilangan kendali.
2.
Emosi stabil rata-rata
Seseorang yang
mempunyai derajat rata-rata tingkat emosional mempunyai kecenderungan emosi
keseimbangan yang baik, sabar, tak memihak, berkepala dingin. Mereka tidak
kebal atas rasa khawatir dan terkadang menunjukkan emosi yang aneh, namun ini
adalah pengecualian daripada kebiasaan.
3.
Emosi labil
Seseorang yang
mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa, bernafsu, sentimental, mudah
tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan,
hal ini membuat mereka mudah terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus
kerap dipengaruhi oleh tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk
bereaksi mengatasi peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004).
F.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PERKEMBANGAN EMOSI
Berberapa faktor yang dapat memengaruhi perkembangan
emosi anak adlah sebagai berikut.
1.
Keadaan anak
Keadaan individu pada
anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat
mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada
kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri
dari lingkunganya.
2.
Faktor belajar
Pengalaman belajar anak
akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman
belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
a. Belajar
dengan coba-coba
Anak
belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku
yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan.
b. Belajar
dengan meniru
Dengan
cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak
bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang yang diamati.
c. Belajar
dengan mempersamakan diri
Anak
meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama
dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak
hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
d. Belajar
melalui pengondisian
Dengan
metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional
kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan
cepat pada awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa
tidak rasionalnya reaksi mereka.
e. Belajar
dengan bimbingan dan pengawasan
Anak
diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan
pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi
secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak
menyenangkan (Fatimah, 2006).
3.
Konflik – konflik dalam proses
perkembangan
Setiap anak melalui
berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat
dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik
tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi.
4.
Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi
keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak bersikap dan
berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan individu
(melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi
emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan
anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi,
karena disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan
lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat
mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.
Gaya pengasuhan
keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Apabila anak
dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan
emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam
mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap
agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka
perkembangan emosi anak akan menjadi negatif (Syamsu, 2008).
G.
KEKERASAN ORANG TUA PADA ANAK
1. Pengertian Kekerasan pada Anak
Anita lie dalam
Suyanto (2002) menyatakan bahwa kekerasan adalah suatu perilaku yang disengaja
oleh seorang individu pada individu lain dan memungkinkan menyebabkan kerugian
fisik dan psikologi. Pengertian kekerasan
terhadap anak-anak atau child abuse pada mulanya berasal dari
dunia kedokteran sekitar tahun 1946. Sekarang istilah tersebut lebih dikenal
dengan Child Abuse (kekerasan anak) The National Commiaaion Of Inquiry (Andri,
2006), kekerasan pada anak adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu,
institusi atau suatu proses yang secara langsung depan keselamatan dan
kesehatan mereka kearah perkembangan kedewasaan.
Yetty Zem (2005)
mendefinisikan kekerasan oleh orang tua sebagai setiap tindakan yang bersifat
menyakiti fisik maupun fisik dan psikis yang bersifat traumatik yang dilakukan
orang tua terhadap anaknya baik yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau
dilihat dari akibat bagi kesejahteraan fisik maupun mental anak. Menurut teori
PAR, kekerasan terhadap anak merupakan segala tindakan agresif orang tua, baik
verbal maupun fisik yang dapat menimbulkan penderitaan bagi anak fisik maupun
psikis.
Berdasarkan
pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan orang
tua terhadap anak adalah peristiwa perlukaan fisik, mental, dan seksual yang
sengaja yang dilakukan oleh orang tua yang mempunyai tanggung jawab terhadap
kesejateraan anak dan memungkinkan menyebabkan kerusakan fisik dan psikologis
yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap
kesehatan dan kesejahteraan anak-anaknya.
2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya
Kekerasan pada Anak
Faktor-faktor
yang menyebabkan kekerasan pada anak yaitu:
a.
Kondisi anak
Anak yang
mengalami cacat baik mental maupun fisik anak yang sulit diatur sikapnya, anak
yang meminta permintaan khusus, ataupun berposisi sebagai anak tiri, anak
angkat.
b.
Sosial kultural
Nilai / norma
yang ada dimasyarakat yang kurang menguntungkan terhadap anak, misalnya dalam
praktek pengasuhan anak, pembiasaan bekerja sejak kecil kepada anak yang
berlindung atas nama adat budaya, misalnya dalam pola pengasuhan anak yang
menekankan dan menjunjung tinggi nilai kepatuhan yang acap kali masyarakat
membiarkan dan mentolerir hukum fisik (cambuk, pukul, tending dan tempeleng),
verbal (berkata-kata kotor, mengumpat, damprat atau cemooh) maupun kekerasan
dalam pengisolasian social.
c.
Persepsi masyarakat
Masyarakat
menilai bahwa persoalan kekerasan terhadap anak yang dilakukan keluarganya
sendiri (orang tua) adalah urusan intern mereka sendiri. Mereka melakukan itu
dalam rangka mendidik anakanaknya yang bandel dan membangkang orang tua dan
adanya anggapan bahwa anak adalah milik orang tuanya sendiri.
d.
Kondisi orang tua
Orang tua yang
mengunakan alkohol, orang tua yang mengalami depresi atau gangguan mental, dan
orang tua yang dulu dibesarkan dengan kekerasan cenderung meneruskan pendidikan
tersebut kepada anaknya.
e.
Faktor keluarga
Keluarga yang
cenderung berada dalam keadaan yang kacau secara ekonomi dan lingkungan
seperti, perceraian, pengangguran dankeadaan ekonomi kacau. Karena adanya
tekanan ekonomi bagi orang tua yang tidak kuat untuk menghadapi akan
menjadikannya semakin sensitif sehingga menjadi mudah marah, anak sebagai pihak
yang terlemah dalam keluarga menjadi sasaran kemarahan.
f.
Persepsi orang tua
Munculnya
anggapan yang salah terhadap anak (wrong perception). Orang tua
menganggap kehadiran anak sebagai hak paten yang dapat digunakan
sesukanya sehingga pada akhirnya orang tua akan merasa bebas dalam
memperlakukan anaknya sesuai dengan keinginannya, apapun yang dilakukan
orang tua terhadap anak adalah hak orang tua.
3. Bentuk Kekerasan terhadap Anak
Menurut Terry E,
Lawson (2006), Psikiater Internasional kekerasan pada anak di bagi menjadi 4
yaitu:
a.
Kekerasan emosional (Emotional Abuse)
Terjadi bila
seseorang pengasuh atau orang tua mengabaikan anak, permintaan perhatian orang
tuanya. Hal ini bila terjadi terus menerus akan berakibat anak akan melakukan
hal yang sama kelak di masa depannya.
b.
Kekerasan verbal
Terjadi
saat seseorang anak yang meminta perhatian orang tuanya, orang tua malah
menyuruhnya diam, meliputi: membentak, menghardik.
c.
Kekerasan fisik (Phisik Abuse)
Terjadi saat
orang tua melakukan pemukulan fisik, misalnya: memukul anak dengan menggunakan
rotan, menghukum anak dengan menggunakan setrika agar anak jera.
d.
Kekerasan seksual (Sexual Abuse)
Terjadi saat
orang tua atau orang yang dikenal anak melakukan rabaan atau sentuhan dengan
tujuan meliputi: perkosaan oleh saudara kandung, sodomi pada anak laki – laki.
4. Dampak Kekerasan terhadap Anak
a. Akibat pada fisik anak
1). Lecet, hematum, luka bekas gigitan,
patah tulang, dan adanya kerusakan organ dalam.
2). Sekuelec / cacat sebagai akibat
trauma misalnya: jaringan paruh, gangguan pendengaran , kerusakan mata, dan
cacat lainya.
3) Kematian
b. Akibat pada tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan
perkembangan anak yang mengalami
perlakuan salah pada umumnya lambat dari
anak yang normal. Yaitu:
1). Pertumbuhan fisik lebih lebih lambat
dari anak normal yang sebayanya.
2). Perkembangan kejiwaan yang mengalami
gangguan yaitu: emosi, konsep diri, agresif, hubungan sosial.
H. KECERDASAN EMOSIONAL
Menurut Harmoko (2005), kecerdasan emosi dapat
diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan
tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang individu mempunyai
kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena percaya
diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik.
Faktor kematangan dan pengalaman belajar, juga
kondisi lainnya mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Pada perkembangan
emosi peserta didik, pengaruh faktor belajar lebih penting karena belajar
merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan. Terdapat berbagai cara untuk
mengendalikan lingkungan dan pengalaman belajar emosi, baik untuk memperkuat
pola reaksi emosi yang diinginkan, atau menghilangkan pola reaksi yang tidak
diinginkan.
Perkembangan emosi dapat dipelajari antara lain
dengan cara atau metode berikut. (Kurnia, 2008 : 2.29)
1.
Belajar emosi dengan cara coba dan ralat
(trial and error), terutama
melibatkan aspek reaksi. Anak mencoba-coba dalam mengekspresikan emosinya dalam
bentuk perilaku yang dapat diterima.
2.
Belajar dengan cara meniru (imitasi)
dilakukan melalui pengamatan yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain.
Anak belajar bereaksi dengan cara yang sama dengan ekspresi dari orang yang
diamati dan ditiru perilakunya.
3.
Belajar dengan cara mempersamakan diri
(identifikasi) dengan orang lain yang dikagumi atau mempunyai ikatan emosional
dengan anak lebih kuat dibandingkan dengan motivasi untuk meniru sembarang
orang.
4.
Belajar melalui pengkondisian berarti
belajar perkembangan emosi dengan cara asoiasi atau menghubungkan antara
stimulus (rangsangan) dengan respon (reaksi). Pengkondisian lebih cepat terjadi
pada anak kecilyang mempelajari perkembangan perilaku karrena anak kurang mampu
menalar, dan kurang pengalaman.
5.
Belajar melalui pelatihan (training) dibawah bimbingan dan
pengawasan guru atau orang tua. Dengan pelatihan, anak dirangsang untuk
bereaksi terhadap hal-hal tertentu dan belajar mengendalikan lingkungan atau
emosi dirinya.
Pada diri setiap
individu, termasuk peserta didik usia SD/MI, ada emosi dominan yaitu satu atau
beberapa emosi yang menimbulkan pengaruh terkuat terhadap perilaku seseorang
dan mempengaruhi kepribadian anak, khususnya dalam penyesuaian pribadi dan
sosial. Emosi dominan ini biasanya terbentuk dan bergantung pada lingkungan tempat
anak hidupa dan menjalin hubungan dengan orang-orang yang berarti atau
berpengaruh dalam kehidupannya, seperti kondisi kesehatan, suasana rumah,
hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan teman sebaya, perlindungan
aspirasi orang tua, serta cara mendidik dan bimbingan orang tua.
Emosi dominan ini akan
mewarnai temperamen anak dan bersifat menetap. Anak yang bertemperamen periang
akan memandang ringan rintangan yang menghalangi langkahnya. Demikian juga,
besarnya pengaruh emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang dan kebahagiaan
menyebabkan timbulnya perasaan aman yang akan membantu anak dalam menghadapi
masalah dengan penuh ketenangan, kepercayaan dan keyakinan dapat mengatasinya,
bereaksi terhadap rintangan denga ketegangan emosi yang minimal, dan dapat
mempertahankan keseimbangan emosi.
Kesimbangan emosi dapat
diperoleh melalui cara : (1) pengendalian lingkungan dengan tujuan agar emosi
yang tidak/kurang menyenangkan dapat cepat diimbangi dengan emosi yang
menyenangkan; dan (2) mengembangkan toleransi terhadap emosi yaitu kemampuan
untuk menghambat pengaruh emosi yang tidak menyenangkan (marah, kecemasan, dan
frustrasi) dan belajar menerima kegembiraan dan kasih sayang. Terjadinya
ketidakseimbangan antara emosi yang menyenangkan dan tidak menyenagkan akan
membuat anak menjadi murung, cepat marah, dan watak negatif lainnya. Untuk itu
diperlukan “katarsis emosi” yaitu
keluarnya energi emosional yang dapat mengakngkat sebab terpendam, dan
sekaligus membersihkan tubuh dan jiwa dari gangguan emosional. Kondisi emosi
yang meninggi antara lain disebabkan oleh kondisi fisik (kesehatan buruk,
gangguan kronis, perubahan dalam tubuh), kondisi psikologis (kecerdasan rendah,
kecemasan, kegagalan mencapai aspirasi), dan kondisi lingkungan (ketegangan
karena pertengkaran, sikap orang tua/guru yang otoriter, dll).
Memasuki abad ke-21,
para ahli psikologi mulai melakukan pelattihan-pelatihan untuk mengembangkan
emosi, yang dikenal dengan kecerdasan
emosional. Menurut Goleman (Kurnia, 2008 : 2.30), orang yang memiliki
keceradasan emosional yang tinggi adalah orang yang mampu mengendalikan diri
dan gejolak emosi, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan
tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stres,
mampu menerima kenyataan, dan dapat merasakan kesenangan meskipun dalam keadaan
sulit.
Pelatihan kecerdasan
emosional dimulai dengan cara mengenali diri (kekuatan,kelemahan, cita-cita,
dan harapan) serta perasaan-perasaan yang ada pada diri seseorang, termasuk
mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosi dengan perilaku yang dapat
diterima. Belajar mengendalikan perasaan atau emosi berarti mengarahkan energi
emosi ke saluran emosi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Untuk
mencapai pengendalian emosi, seseorang perlu memberikan perhatian pada aspek
mental emosi sebanyak perhatiannya pada aspek fisik. Jadi, selain belajar cara
menangani rangsangan yang membangkitkan emosi, anak juga harus belajar cara
mengatasi reaksi yang biasa menyertai emosi tersebut. Anak harus mampu menilai
rangsangan dan menentukan reaksi emosinya secara benar. Tercapainya
pengendalian emosi penting bagi perkembangan anak secara keseluruhan. Semua
kelompok sosial mengharap bahwa semua anak belajar mengendalikan emosinya.
Semakin dini anak belajar mengendalikan emosinya, semakin lebih mudah pula
mengendalikan dirinya.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan
tentang perkembangan emosi anak, dapat disimpulkan bahwa anak memiliki
tahap-tahap perkembangan emosi dan setiap tahapnya memiliki keunikan
tersendiri.
Setiap tahap perkembangan
emosi, orang tua dan guru harus mengetahui. Agar tidak ada penyimpangan seperti
kekerasan pada anak. Hak-hak anak dalam perkembangannya harus dipenuhi untuk
memaksimalkan kecerdasan emosinya. Orang tua agar mengetahui factor-faktor yang
dapat memengaruhi perkembangan emosi pada anak.
B. SARAN
Dari uraian tentang
perkembangan emosi anak di atas penulis memberikan beberapa saran sebagai
berikut.
1. Kepada
orang tua. Agar dapat memaksimalkan potensi anak khususnya dalam perkembangan
emosi anak.
2. Kepada
guru. Agar dapat memahami setiap tahap-tahap perkembangan emosi anak. Sehingga
hak-hak anak dapat dipenuhi secara maksimal.
3. Kepada
penulis. Agar dapat menambah pengetahuannya tentang perkembangan emosi anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Kurnia,
Ingridwati. dkk. 2008. Perkembangan
Belajar Peserta Didik. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Puspita,
Widaya Ayu. 2008. Perkembangan Emosi Anak.
http://www.bppnfi-reg4.net/index.php/perkembangan-emosi-anak.html.
Diakses
pada tgl 25 Maret 2012.
Reza,
Muhammad. 2010. Memahami Ekspresi Emosi.
http://muhammad-reza.blogspot.com/2010/01/memahami-ekspresi-emosi.html. Diakses pada tgl 20
Maret 2012.
Sunarto
& Agung, Hartono. 2002. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Tim
penyusun edukasi kompas. 2011. Sosio
Emosional Aspek yang Melekat pada Anak. http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/04/sosio-emosional-aspek-yang-melekat-pada-anak/.
diakses pada tanggal 20
Maret 2012.
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)
Assalamu'alaikum, bisa dibuatkan gak peta konsep nya??
BalasHapusBest Casinos Near Harrah's Casino & Resort, WA - MapyRO
BalasHapusHarrah's Casino & 제주도 출장샵 Resort, 보령 출장샵 Harrah's 영천 출장샵 Resort is a perfect blend of luxury and convenience. The hotel features 2,108 spacious rooms 서산 출장안마 and suites, 이천 출장마사지